Senin, 16 Mei 2011

Sepeda Antik Kembali Dilirik


Manusia mengenal alat transportasi modern ketika mulai ditemukannya roda. Jauh sebelumnya, manusia menggunakan binatang sebagai kendaraan seperti kuda, gajah, sapi, unta, dan sebagainya. Dengan digunakannya roda dalam menciptakan transportasi, hal ini merupakan lompatan yang cukup jauh, walaupun pada awalnya bentuk roda sangatlah sederhana. Hanya berupa lempengan kayu yang digunakan sebagai roda gerobak.

Namun bersamaan dengan pesatnya perubahan zaman, mulailah dibuat roda yang berjeruji, roda kereta kuda, kemudian sepeda. Pertama kali sepeda dibuat, bentuknya sangat berbeda dengan sepeda zaman sekarang yang bentuknya ramping dan terbuat dari aluminium.

Sepeda diciptakan di Perancis pada tahun 1791. Kala itu hanya berupa kendaraan beroda dua yang terbuat dari kayu yang bentuknya aneh. Roda depannya dibuat dalam posisi paten dan tidak berpedal. Pada tahun 1817, Baron Van Drais de Sauerburn memperbaiki modelnya. Meski masih tanpa pedal, namun sudah berkerangka kayu. Rodanya dari logam, dan jerujinya yang besar terbuat dari kayu. Selain itu, sepeda ciptaannya sudah mempunyai tempat duduk dan tempat pegangan tangan di depan.

Kemudian pada tahun 1839, untuk pertama kalinya diciptakan sepeda berpedal oleh Kirkpatrick Macmillan. Ciptaannya ini bukan sekadar memperbaiki model lama, tapi benar-benar sebuah inovasi baru. Sepeda dengan pedal kaki untuk menjalankan roda.

Namun sejak diproduksinya mesin dan minyak untuk membangkitkan motor, mulailah bermunculan alat transportasi yang lebih canggih seperti mobil, sepeda motor, kapal, kereta api, pesawat, dan lain-lainnya sehingga ketenaran sepeda pun semakin surut.

Kini sepeda kembali mendapat tempat di hati masyarakat. Di Sumatera Utara, di antaranya Kota Tebing Tinggi, telah ada komunitas Ontel. Namanya komunitas Sepeda Antik Tebing Tinggi yang berada di bawah naungan Serikat Penggemar Kereta Angin Tua (Sepakat) Tebing Tinggi.

Gus Muslim atau lebih dikenal dengan panggilan Ucok Ontel selaku Ketua Komunitas Sepeda Antik Tebing Tinggi mengatakan, komunitas ini sudah berdiri sejak 5 tahun lalu. Tujuannya semata-mata untuk memberikan wadah kepada para pecinta ontel, khususnya masyarakat Kota Tebing Tinggi, juga turut serta mengurangi polusi udara dan global warming.

“Lima tahun lalu anggotanya cuma 4 orang. Soalnya banyak masyarakat Tebing Tinggi yang belum tahu tentang komunitas ini. Mungkin juga karena belum banyak yang berminat. Tapi sekarang jauh lebih pesat perkembangannya. Saat ini anggotanya ada 97 orang. Tapi kalau untuk seluruh Sumut, ada ratusanlah yang bergabung di komunitas ini,” katanya kepada MedanBisnis saat tengah bersantai bersama anggotanya di Lapangan Sri Mersing, Tebing Tinggi.

Kekeluargaan
Anggota komunitas ontel ini dari berbagai kalangan. Mulai dari yang muda sampai yang tua, dengan tingkat sosial yang berbeda, berbaur bagai membentuk sebuah keluarga. “Kekeluargaan di komunitas ini sangat kental. Tidak cuma sesama anggota saja kekeluargaan itu terjalin, tapi keluarga-keluarga dari para anggota pun kita anggap sebagai keluarga kita sendiri,” ujarnya.

Untuk mempererat tali persaudaraan antarsesama anggota dan masyarakat, berbagai kegiatan mereka lakukan. Di antaranya senam aerobik bersama masyarakat setempat, olahraga, dan masih banyak. Sedangkan kegiatan rutinnya, ramai-ramai nge-track naik sepeda setiap Senin Rabu-Jumat sore. Jarak yang ditempuh minimal 5 km.

Mewakili para anggotanya, Ucok Ontel mengungkapkan bahwa cara mendapatkan sepeda antik ini cukup sulit. Terkadang untuk memilikinya mereka harus hunting ke lokasi-lokasi barang bekas, botot, atau ke TPA (tempat pembuangan akhir). Mereka juga harus melakukan pendekatan dan merayu seseorang yang memiliki ontel agar mau menjual sepedanya.

“Saya pernah mengalaminya. Dua tahun saya merayu agar Bapak itu mau menjual sepedanya. Setelah melakukan pendekatan, akhirnya dengan berat hati dijualnya juga sepedanya sama saya,” ucap Ucok Ontel berbagi cerita.

Merawat ontel, lanjut Ucok Ontel, juga tidak segampang yang dibayangkan. Soalnya onderdil ontel tidak tersedia di toko. Namun dengan adanya komunitas sepeda tua, para pecinta ontel bisa mendapatkan informasi dengan cepat. “Sesama anggota biasanya saling memberikan informasi,” ujarnya.

Meski sulit dalam perawatan, seluruh anggota komunitas Sepeda Antik Tebing Tinggi tetap mencintai ontel. Alasannya karena ontel termasuk kendaraan yang unik dan enak dipakai.
“Kalau pakai sepeda yang konvensional nggak ada gregetnya. Bedalah dengan ontel. Apalagi Tebing Tinggi kan kota kecil. Kota yang daerahnya masih ideal dengan sepeda, jadi enak dipakainya. Pokoknya naik ontel nikmatlah,” ujarnya.

Menggemari sepeda ontel memang bisa dinikamti sendiri. Tapi bila bergabung dengan komunitas lokal juga tidak ada salahnya. Apalagi situasi keterbatasan referensi dan ketersediaan onderdil membuat para ontelis secara alami saling berinteraksi untuk bertukar informasi dan bertukar onderdil.

Ditambah lagi, sepeda ontel cukup merakyat. Membuat setiap orang dengan mudah bergabung dengan komunitas ini di daerahnya masing-masing. Meskipun harga sepeda ontel semakin hari semakin melambung tinggi, namun animo masyarakat tampaknya justru kian membesar. Mungkin ini disebabkan karena sepeda ontel adalah suatu persoalan yang sederhana. Contohnya harga yang terjangkau, mudah dikendarai, mudah disimpan, tidak memerlukan surat kepemilikan, tidak perlu bayar pajak tahunan, tidak perlu bahan bakar, biaya perawatannya murah, menyehatkan tubuh, dan masih banyak yang lainnya.

Bila diperhatikan dengan lebih seksama, komunitas ontel ternyata sangat menonjol di antara komunitas lainnya. Nilai keunikannya mampu menyerap perhatian bagi siapa pun yang melihat. Mereka juga ingin membuktikan bahwa nilai jual sepeda zaman dulu masih dapat dipergunakan dan bila digeluti bisa mengundang banyak manfaat besar.

Tapi uniknya di sini, di komunitas Sepeda Antik Tebing Tinggi kita bisa menemukan ontel Burgers, keluaran tahun 1869. “Sepeda ini milik anggota kita. Dia mendapatkan sepeda Burgers ini di Yogyakarta,” tutur Ucok Ontel di akhir wawancara. (Sri Mahyuni)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar